Monday

Hilangkan Marah Anda Sains&Hadis

HADITH
Abu Hurairah RA meriwayatkan bahawa Nabi Muhammad (saw) bersabda: “Orang yang kuat adalah yang mengawal dirinya ketika marah, bukannya orang yang kuat bergelut.”
Juga Abu Hurairah RA meriwayatkan bahawa, “Seorang lelaki bertemu Nabi SAW dan berkata:” Nasihati saya. “ Nabi SAW bersabda: “Jangan engkau marah.” Lelaki itu mengulangi permintaannya beberapa kali, tetapi Nabi SAW berkata: “Jangan engkau marah ‘”. (Lihat Shahih Al-Bukhari: “Etika”. 6114-16).



KENYATAAN

Kenyataan Nabi “yang kuat adalah bukan orang yang kuat bergelut” bermaksud orang yang melawan orang lain dengan kekuatannya.

Kenyataan “orang itu mengulangi permintaannya beberapa kali” menunjukkan bahawa orang itu berusaha untuk mendapatkan nasihat yang lebih baik atau sesuatu yang lebih bermanafa’at atau yang bersifat umum. Tetapi Nabi SAW tidak menambah apa-apa kecuali apa yang beliau telah katakan.

Imam Ahmad dan Ibnu Hibban menghuraikan masalah ini berkata: “Berdasarkan apa yang Nabi SAW sabdakan, seseorang akan mendapati bahawa kemarahan menggabungkan segala kejahatan.”

Al-Khatabi mengatakan bahawa Nabi SAW bersabda “Jangan engkau marah,” bererti seseorang mengelakkan setiap penyebab atau alasan yang memprovokasi kemarahan.

Ibnu Battal menghuraikan tentang hadith yang menunjukkan “Mengawal diri sendiri adalah lebih sukar daripada melawan musuh, dan oleh itu Nabi SAW menyatakan bahawa orang yang mengawal dirinya sebagai yang terkuat daripada semua.

Juga kemungkinan orang yang bertanya itu mudah diprovokasi untuk marah. Oleh itu Nabi SAW memberikan nasihat berhubung dengan kelemahan diri orang yang minta dinasihati tersebut;

Nasihat Nabi adalah penjelasan untuk mendorong orang tersebut untuk berpaling dari kemarahan. Bahkan, kemarahan membawa perlakuan perbuatan jahat lebih besar. 



Siapapun yang menyedari kesan negatif kemarahan akan menghargai nilai besar dan kebijaksanaan Ilahi disebalik kata-kata lembut dan indah ini: “Jangan engkau marah.” Tidak hanya itu, bahkan orang akan menyedari kebaikan nasihat ini dalam mencegah terjadinya perbuatan yang salah “(Rujuk Fathul Bari (Petunjuk Allah) 10:520).

Tambahan pula, Nabi SAW tidak hanya memaparkan penyakit, tetapi Nabi SAW juga menentukan terapi yang betul dan mutlak bagi kelemahan tersebut.

Dalam Hadith riwayat Imam Ahmad, Abu Daud, dan Ibnu Hibban itu Nabi SAW bersabda: “Jika diberangsangkan untuk marah ketika berdiri, seseorang harus duduk, jika kemarahan masih belum reda, orang tersebut harus berbaring.” Oleh itu,
  1. - Apa kesan dari kemarahan kepada manusia?
  2. - Mengapa Nabi SAW memberi cara pemulihan tersebut?
  3. - Apakah pengaruh berdiri dan berbaring pada kemarahan?







Jawapan bagi ketiga-tiga soalan tersebut di atas terdapat dalam fungsi dua kelenjar adrenal, yang terletak di bahagian hujung teratas kedua-dua ginjal/buah pinggang. Salah satu fungsi kelenjar-kelenjar ini adalah menghasilkan hormon adrenalin dan noradrenalin.

Dengan demikian, jika seseorang mempunyai masalah jantung, dia harus mengelakkan diri dari marah. Ini kerana kesan hormon adrenalin yang mempercepat degupan jantung dan menyebabkan gangguan pada jantung tersebut.


Oleh kerana itu marah, desakan/gesaan, dan gugup cenderung untuk membawa ketidakaturan degupan jantung, suatu fakta yang diperakui dan mudah dikesan pada pesakit masaalah jantung.

Bahkan jika seseorang menghidapi tekanan darah tinggi, ia harus menghindari daripada marah. Ini kerana marah meningkatkan nisbah kedua-dua hormon tersebut di dalam darah, menyebabkan hipertensi. 




 


Nabi SAW mengulangi sebanyak tiga kali “Jangan engkau marah.” Manakala doktor menyarankan pesakit dengan tekanan darah tinggi mengelak dari terdesak, gugup dan marah.

Bagi pesakit yang menderita penyakit arteri juga harus mengelakkan diberangsangkan untuk marah, kerana ini kemungkinan besar akan mendorong terjadinya serangan jantung.

Jika menderita penyakit kencing manis/diabetes, pesakit ini juga tidak boleh marah kerana adrenalin menyebabkan peningkatan gula dalam darah.

Akhirnya, secara perubatan dan saintifik telah terbukti bahawa nisbah hormon ini berkurangan dengan berbaring sebagaimana telah ditunjukkan oleh Nabi SAW dalam dengan sabdanya: “Jika diberangsangkan untuk marah ketika berdiri, seseorang itu harus duduk, jika kemarahan tidak reda, ia harus berbaring. “ (Cabutan daripada Perubatan Secara Sunnah)


Rujukan: Tihmaz, Abdulhameed Mahmoud. - Empat Puluh Mujizat Saintifik; Dar Al-Qalem.

Dengan ehsan science4islam.com


Sikap memaafkan dan manafaatnya kepada kesihatan



Salah satu sifat mulia yang dianjurkan dalam Al Qur’an adalah sikap memaafkan:

Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta jangan pedulikan orang-orang yang bodoh. (QS. Al Qur’an, 7:199)

Dalam ayat lain Allah berfirman: 


"...dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak suka bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang." (QS. An Nuur, 24:22)

Mereka yang tidak mengikuti ajaran mulia Al Qur'an akan merasa sulit memaafkan orang lain. Sebab, mereka mudah marah terhadap kesalahan apa pun yang diperbuat. Padahal, Allah telah menganjurkan orang beriman bahwa memaafkan adalah lebih baik:

... dan jika kamu maafkan dan kamu santuni serta ampuni (mereka), maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. (QS. At Taghaabun, 64:14)

Juga dinyatakan dalam Al Qur'an bahwa pemaaf adalah sifat mulia yang terpuji. 


"Tetapi barang siapa bersabar dan memaafkan, sungguh yang demikian itu termasuk perbuatan yang mulia." (Qur'an 42:43) Berlandaskan hal tersebut, kaum beriman adalah orang-orang yang bersifat memaafkan, pengasih dan berlapang dada, sebagaimana dinyatakan dalam Al Qur'an, "...menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain." (QS. Ali ‘Imraan, 3:134)


Pemahaman orang-orang beriman tentang sikap memaafkan sangatlah berbeda dari mereka yang tidak menjalani hidup sesuai ajaran Al Qur'an. Meskipun banyak orang mungkin berkata mereka telah memaafkan seseorang yang menyakiti mereka, namun perlu waktu lama untuk membebaskan diri dari rasa benci dan marah dalam hati mereka. 

Sikap mereka cenderung menampakkan rasa marah itu. Di lain pihak, sikap memaafkan orang-orang beriman adalah tulus. Karena mereka tahu bahwa manusia diuji di dunia ini, dan belajar dari kesalahan mereka, mereka berlapang dada dan bersifat pengasih. Lebih dari itu, orang-orang beriman juga mampu memaafkan walau sebenarnya mereka benar dan orang lain salah.

Ketika memaafkan, mereka tidak membedakan antara kesalahan besar dan kecil. Seseorang dapat saja sangat menyakiti mereka tanpa sengaja. Akan tetapi, orang-orang beriman tahu bahwa segala sesuatu terjadi menurut kehendak Allah, dan berjalan sesuai takdir tertentu, dan karena itu, mereka berserah diri dengan peristiwa ini, tidak pernah terbelenggu oleh amarah.





Menurut penelitian terakhir, para ilmuwan Amerika membuktikan bahwa mereka yang mampu memaafkan adalah lebih sehat baik jiwa maupun raga. Orang-orang yang diteliti menyatakan bahwa penderitaan mereka berkurang setelah memaafkan orang yang menyakiti mereka. 

Penelitian tersebut menunjukkan bahwa orang yang belajar memaafkan merasa lebih baik, tidak hanya secara batiniyah namun juga jasmaniyah. Sebagai contoh, telah dibuktikan bahwa berdasarkan penelitian, gejala-gejala pada kejiwaan dan tubuh seperti sakit punggung akibat stress [tekanan jiwa], susah tidur dan sakit perut sangatlah berkurang pada orang-orang ini.


Dalam bukunya, Forgive for Good [Maafkanlah demi Kebaikan], Dr. Frederic Luskin menjelaskan sifat pemaaf sebagai resep yang telah terbukti bagi kesehatan dan kebahagiaan. Buku tersebut memaparkan bagaimana sifat pemaaf memicu terciptanya keadaan baik dalam pikiran seperti harapan, kesabaran dan percaya diri dengan mengurangi kemarahan, penderitaan, lemah semangat dan stres. 

Menurut Dr. Luskin, kemarahan yang dipelihara menyebabkan dampak ragawi yang dapat teramati pada diri seseorang. Dia melanjutkan dengan mengatakan bahwa:

" Permasalahan tentang kemarahan jangka panjang atau yang tak berkesudahan adalah kita telah melihatnya menyetel ulang sistem pengatur suhu di dalam tubuh. Ketika Anda terbiasa dengan kemarahan tingkat rendah sepanjang waktu, Anda tidak menyedari seperti apa normal itu. Hal tersebut menyebabkan semacam aliran adrenalin yang membuat orang terbiasa. Hal itu membakar tubuh dan menjadikannya sulit berpikir jernih – memperburuk keadaan. "




Sebuah tulisan berjudul "Forgiveness" [Memaafkan], yang diterbitkan Healing Current Magazine [Majalah Penyembuhan Masa Kini] edisi bulan September-Oktober 1996, menyebutkan bahwa kemarahan terhadap seseorang atau suatu peristiwa menimbulkan emosi negatif dalam diri orang, dan merusak keseimbangan emosional bahkan kesehatan jasmani mereka. 

Artikel tersebut juga menyebutkan bahwa orang menyadari setelah beberapa saat bahwa kemarahan itu mengganggu mereka, dan kemudian berkeinginan memperbaiki kerusakan hubungan. Jadi, mereka mengambil langkah-langkah untuk memaafkan. Disebutkan pula bahwa, meskipun mereka tahan dengan segala hal itu, orang tidak ingin menghabiskan waktu-waktu berharga dari hidup mereka dalam kemarahan dan kegelisahan, dan lebih suka memaafkan diri mereka sendiri dan orang lain.

Semua penelitian yang ada menunjukkan bahwa kemarahan adalah sebuah keadaan pikiran yang sangat merusak kesehatan manusia. Memaafkan, di sisi lain, meskipun terasa berat, terasa membahagiakan, satu bagian dari akhlak terpuji, yang menghilangkan segala dampak merusak dari kemarahan, dan membantu orang tersebut menikmati hidup yang sehat, baik secara lahir maupun batin. 

Namun, tujuan sebenarnya dari memaafkan –sebagaimana segala sesuatu lainnya – haruslah untuk mendapatkan ridha Allah. Kenyataan bahwa sifat-sifat akhlak seperti ini, dan bahwa manfaatnya telah dibuktikan secara ilmiah, telah dinyatakan dalam banyak ayat Al Qur’an, adalah satu saja dari banyak sumber kearifan yang dikandungnya.


carian anda:hadis tentang menghilangkan marah



No comments:

Post a Comment

ヅ komen anda amat dialu-alukan
๏̯͡๏ tak puas hati sila komen
(>‿♥) jika terdapat kesalahan,sila tegur
''◠‿◠)Sekian,terima kasih

ShareThis

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...